Komisi I DPR Undang Tiga Pakar untuk Dengar Masukan RUU TNI

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengundang tiga pakar dan akademisi untuk memberikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga pakar tersebut adalah Mayjen TNI Purn. Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A. (Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum), Teuku Rezasyah, Ph.D. (Indonesia Centre for Democracy Diplomacy and Defence), dan Dr. Kusnanto Anggoro (Centre for Geopolitics Risk Assessment).
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menjelaskan bahwa undangan ini bertujuan untuk memastikan proses pembahasan RUU TNI berjalan secara partisipatif dan bermakna. “Kami tidak meminta persetujuan apakah rapat ini terbuka atau tertutup karena ini adalah bagian dari meaningful participation,” ujar Utut di kompleks parlemen, Jakarta, pada Senin. Ia menekankan pentingnya menyerap aspirasi dari berbagai pihak agar RUU TNI dapat memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, termasuk hak untuk menyampaikan masukan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk menjelaskan.
Pembahasan RUU TNI ini dinilai sangat krusial karena menyangkut peran dan fungsi TNI dalam menjaga kedaulatan negara serta keamanan nasional. Utut Adianto menyadari bahwa proses pembahasan RUU harus dilakukan dengan hati-hati dan transparan untuk menghindari protes seperti yang terjadi saat pembahasan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. “Kami ingin memastikan bahwa semua suara didengar dan dipertimbangkan dengan baik agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat,” tambahnya.
Mayjen TNI Purn. Dr. Rodon Pedrason, salah satu pakar yang diundang, menyatakan bahwa perubahan UU TNI harus mempertimbangkan dinamika keamanan global dan regional. “TNI harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks, termasuk ancaman siber, terorisme, dan konflik asimetris,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya memperkuat diplomasi pertahanan sebagai bagian dari peran TNI dalam menjaga stabilitas regional.
Sementara itu, Teuku Rezasyah, Ph.D., menyarankan agar RUU TNI juga memperhatikan aspek tata kelola dan akuntabilitas.
“Perlu ada mekanisme yang jelas untuk memastikan bahwa TNI dapat beroperasi secara profesional dan transparan, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara peran TNI dalam pertahanan negara dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dr. Kusnanto Anggoro, pakar geopolitik, menambahkan bahwa perubahan UU TNI harus mempertimbangkan perkembangan teknologi dan perubahan strategis di kancah global. “TNI perlu dilengkapi dengan kemampuan yang relevan dengan tantangan masa kini, termasuk dalam hal teknologi pertahanan dan kerjasama internasional,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar RUU TNI memuat klausul yang memastikan sinergi antara TNI dan instansi sipil dalam menghadapi ancaman non-tradisional.
Pembahasan RUU TNI ini diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan aktual bangsa. Komisi I DPR RI berkomitmen untuk terus melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar, akademisi, dan masyarakat sipil, dalam proses pembahasan. “Kami ingin memastikan bahwa RUU TNI ini tidak hanya memenuhi kepentingan internal, tetapi juga menjawab tantangan dan harapan masyarakat,” tegas mnctoto.
Semoga proses pembahasan ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan regulasi yang bermanfaat bagi kemajuan dan keamanan bangsa.