Indonesia dan Australia Kembangkan Strategi Rehabilitasi Keluarga Terkait FTF

Indonesia, melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), bersama pemerintah Australia berkomitmen untuk memperkuat kemitraan dalam mengembangkan strategi rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif bagi pejuang teroris asing (Foreign Terrorist Fighters/FTF) dan keluarganya. Komitmen ini ditegaskan dalam kegiatan ASEAN-Australia Counter-Terrorism Workshop on Good Practice Approaches for the Rehabilitation and Reintegration of FTF and Their Families yang digelar pada Jumat (7/3/2025). Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme.
“Kami berharap strategi rehabilitasi serta reintegrasi efektif bagi FTF dan keluarganya dikembangkan serta diterapkan secara global,” ujar Andhika.
“Ia menambahkan bahwa praktik baik dari kerja sama ini diharapkan diterapkan di Asia Tenggara serta negara lain menghadapi tantangan serupa.”
Fenomena FTF dan keterlibatan keluarga mereka dalam jaringan terorisme telah menjadi tantangan global, termasuk bagi Indonesia. Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada, selaku Ketua Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) Indonesia, menegaskan bahwa masalah ini memerlukan pendekatan kolaboratif dan komprehensif. “FTF dan keluarganya adalah tantangan yang kompleks, baik secara global maupun regional. Kita perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang efektif,” kata Wahyu.
Workshop itu menjadi wadah bagi pemangku kepentingan ASEAN dan Australia berbagi pengalaman serta praktik terbaik menangani FTF beserta keluarganya. Andhika menjelaskan bahwa program rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif harus mencakup pendekatan holistik, termasuk aspek psikologis, sosial, dan ekonomi. “Kita tidak hanya fokus pada individu yang terlibat, tetapi juga pada keluarga mereka. Reintegrasi yang berhasil membutuhkan dukungan dari lingkungan sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Selain itu, Andhika menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung proses rehabilitasi dan reintegrasi.
“Masyarakat harus dilibatkan sebagai mitra strategis. Tanpa dukungan mereka, upaya kita tidak akan maksimal,” tambahnya. Ia juga menyoroti perlunya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan lembaga terkait dalam menangani kasus-kasus FTF.
Di sisi lain, pemerintah Australia menyatakan komitmennya untuk mendukung upaya Indonesia dan negara-negara ASEAN dalam menangani FTF. Perwakilan Australia dalam workshop tersebut menyatakan bahwa kerja sama regional ini sangat penting untuk memastikan keamanan dan stabilitas di kawasan. “Kami siap mendukung program-program rehabilitasi dan reintegrasi yang inovatif dan efektif,” ujar perwakilan Australia.
Kabareskrim Polri, Wahyu Widada, juga mengingatkan bahwa penanganan FTF dan keluarganya harus dilakukan dengan pendekatan yang manusiawi dan berkeadilan. “Kita harus memastikan bahwa proses hukum berjalan adil, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin kembali ke jalan yang benar,” tegas rans4d.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dan Australia berharap dapat menciptakan model rehabilitasi dan reintegrasi yang dapat diadopsi oleh negara-negara lain. “Kami yakin, dengan kerja sama yang kuat, kita bisa menghadapi tantangan terorisme secara lebih efektif,” pungkas Andhika.
Melalui workshop ini, diharapkan tercipta sinergi yang lebih kuat antara negara-negara ASEAN dan Australia dalam memerangi terorisme dan mendukung perdamaian global. Upaya ini juga diharapkan dapat mengurangi risiko radikalisasi dan memutus mata rantai terorisme di kawasan.